Lahan Tanam Mangrove di Kabupaten Pandeglang Hanya 60 Persen

Katakita  – Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu wilayah yang memiliki garis pantai terpanjang di Provinsi Banten. Kendati demikian, Pandeglang memiliki potensi mangrove yang sangat besar. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan laju degradasi lahan mangrove yang mencapai 60 persen.

Untuk itu, puluhan lembaga non pemerintah di Kabupaten Pandeglang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pandeglang  dan Badan Pertanahan Nasional Wilayah Pandeglang, menginisiasi pembentukan forum komunikasi perlindungan mangrove daerah.

Kehancuran ekosistem mangrove berdampak besar terhadap wilayah tangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang, sehingga nelayan lokal harus lebih jauh dalam melakukan operasi penangkapan hingga masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), sementara komoditas perikanan menjadi salah satu unggulan.

Selain itu, pandeglang juga menjadi daerah rawan bencana tsunami dan abrasi. Atas dasar tersebutlah maka proteksi terhadap lahan mangrove menjadi hal yang mendesak, ancaman degradasi juga berasal dari aktivitas tambak dan pembukaan lahan untuk parawisata dan dermaga.

Kepala Bidang, Penaatan dan peningkatan kapasitas lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pandeglang, Pahriadi mengungkapkan,  bahwa perlindungan kawasan mangrove harus menjadi prioritas.

“Karena mangrove menjaga dari abrasi dan sebagai zona perlindungan biota laut yang dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghidupan untukmeningkatkan kesejahteraan,”kata Pahriadi, Kamis (25/11/2021).

Baca Juga :

Pentingnya perlindungan mangrove sejati dan ikutan di wilayah pesisir juga untuk menjaga dari ancaman tsunami dan mereduksi angin saat musim badai, selain itu mangrove juga sebagai mekanisme penyerapan karbon yang cukup efektif selain gambut.

DLH Kabupaten Pandeglang sangat mendukung pembentukan forum komunikasi perlindungan mangrove daerah ini, karena menurut DLH untuk proteksi dan perbaikan ekosistem perlu kerja bersama antar lembaga dan instansi pemerintahan.

“Kami mendukung dan akan memberikan kontribusi untuk forum ini, forum ini jadi wahana kita untuk melakukan sinkronisasi program dan perwujudan visi capaian hasil bersama terutama untuk perlindungan mangrove di Kabupaten Pandeglang,” ungkapnya.

Namun untuk perlindungan mangrove di Kabupaten Pandeglang masih terkendala lahan untuk membangun jalur hijau pesisir karena tingginya privatisasi lahan dan kepemilikan perseorangan untuk wilayah pesisir.

Menjawab hal tersebut,  Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pandeglang, Suraji mengungkapkan, untuk zona perlindungan ini bisa menggunakan wilayah sepadan pantai yaitu 100 meter dari pasang tertinggi air laut.

“Wilayah sepadan ini adalah kewenangan dari pemerintah daerah jadi tidak boleh diprivatisasi itu boleh digunakan untuk areal konservasi mangrove,”terangnya.

Sementara itu Direktur Yayasan Alabama Indonesia Lestari, Yosep Aulia Rahman menyambut baik upaya inisiasi pembentukan forum ini, karena akan menjadi salah satu wahana bersama dalam menyelesaikan persoalan mangrove di Kabupaten Pandeglang.

“Forum ini harus menjadi ajang kita berbagi informasi dan program apa yang sedang dilaksanakan oleh masing-masing lembaga dan OPD terkait, saya berharap kita bisa saling support, ” Katanya.

Hal tersebut juga didukung oleh peserta diskusi yang hadir, bahkan menurut Tanoto Foundation forum ini juga harus didorong menjadi forum kerja yang diisi oleh Pemkab, Akademisi, NGO dan Media.

“Agar tidak ada program yang tumpang tindih dan kita bisa fokus menyelesaikan persoalan mangrove ini lebih efektif,” tandasnya.

error: Konten di Proteksi